Menu

Mode Gelap

Edukasi

TRADISI BULAN RAMADHAN DAN KEARIFAN BUDAYA KOMUNITAS JAWA


 TRADISI BULAN RAMADHAN DAN KEARIFAN BUDAYA KOMUNITAS JAWA Perbesar

TRADISI BULAN RAMADHAN DAN KEARIFAN BUDAYA KOMUNITAS JAWA

islaminesia – dalam tulisan ini akan memusatkan perhatian pada Kebudayaan Jawa merupakan salah satu kebudayaan penting diantara kebudayaan daerah lainnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa lampau dan saat ini.

Dalam kebudayaan dan kehidupan Jawa terkandung nilai-nilai yang menjadi pedoman dan peganganhidup masyarakat. Masyarakat Islam dalam memperingati Bulan Suci Ramadhan, seringkali melakukan sesuatu kebiasaan untuk menyambut bulan tersebut.

Baca juga : Pengaruh Teknologi pada perkembangan pendidikan di sekolah

A. Pendahuluan

Tradisi merupakan suatu pola kebiasaan yang melahirkan suatu pola kebiasaan yang melahirkan kebudayaan dalam sekelompok Masyarakat. Hal ini adalah hasil dari perilaku Masyarakat itu sendiri (Ir. MhdHaryanto : 2003).

Setiap kelompok masyarakat mempunyai suatu ciri khas yang muncul dari proses kehidupannya. Kebudayaan Jawa merupakan salah satu kebudayaan penting diantara kebudayaan daerah lainnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa lampau dan saat ini dalam kebudayaan dan kehidupan Jawa terkandung nilai-nilai yang menjadi pedoman dan pegangan hidup dalam masyarakat.

Masyarakat Indonesia mayoritas menganut agama Islam.dimana masyarakat diwajibkan untuk melakukan perintah dan menjauhi larangan yang diatur dalam ajarannya.

Masyarakat Indonesia adalah masyarat yang majemuk, salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual, tradisi atau upacara keagamaan yang dilaksanakan dan dilestarikan oleh masing-masing pendukungnya.

Ritual keagamaan tersebut mempunyai bentuk atau cara melestarikan serta maksud dan tujuan yang berbeda beda antara kelompok Masyarakat yang satu dengan Masyarakat yang lainnya.

Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan tempat tinggal, adat serta tradisi yang di wariskan secara turun temurun dari nenek moyangnya.

Masyarakat Islam dalam memperingati Bulan Suci Ramadhan, seringkali melakukan sesuatu hal kebiasaan untuk menyambut bulan tersebut. Masyarakat Desa Selotinatah ini dalam kebiasaan menyambut (sebelum), melakukan (Puasa), bahkan setelah Bulan Suci Ramadhan (Hari Raya Idul Fitri).

Terdapat sesuatu kebiasaan Masyarakat Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan, yang masih dipertahankan dalam menyambut Bulan Suci Ramadhan. Kemudian, peneliti juga mendapat informasi bahwa ada.

Pada Masyarakat Jawa yang melakukan kebiasaan ini rutin dilakukan setiap tahunnya pada Bulan Suci Ramadhan. Tradisi tersebut yang menjadi kebanggaan Masyarakat Desa Selotinatah khususnya bagi mereka yang masih bisa melakukan tradisi ini dan masih biasa mempertahankan tradisi yang dilakukan secara turun temurun.

Adapun Tradisi sebelum melaksanakan Ibadah Puasa seperti : Tradisi Punggahan (diambil dari Bahasa Jawa yang artinya kenaikan) yang dilaksanakan sebelum Puasa. Setelah itu adanya kebiasaan, Tradisi Selikuran (diambil dari Bahasa Jawa yang berarti malam 21 atau malam memperingati Lailatu Qadar) dan Tradisi Pudunan (turunan).

Pada malam puasa ke-27. Kemudian adanya tradisi sesudah melaksanakan Ibadah Puasa (Hari Raya Idul Fitri) seperti yang sering disebut oleh Masyarakat Jawa khususnya Masyarakat Desa Tanah Datar yaitu Tradisi Riyoyo, ini dilakukan setelah melaksanakan Shalat Sunah Idul Fitri dan yang terakhir Tradisi Kupatan (hari raya ketupat) yang dilaksanakan pada Hari Raya ke-8.

Masyarakat Desa Selotinatah dalam mengikuti acara tersebut selalu membawa makanan ke Mushallah untuk melaksanakan kebiasaan tersebut. Berbeda dengan Masyarakat pada umumnya, makanan yang dibawa bukan hanya Snack, melainkan nasi, ketupat, dan lauk pauknya.

Makanan yang dibawa ini memiliki simbol bagi Masyarakat Jawa yang melaksanakan tradisi ini. Contohnya makanan yang dibawa Masyarakat pada Tradisi Riyoyo dan Tradisi Kupatan.

Masyarakat Jawa dianjurkan untuk membuat dan membawa ketupatyang terbuat dari daun kelapa.Arti ketupa diambil dari Bahasa Jawa yang artinya “Kupat” atau “Ngaku lepat” (Ngaku atau Mengakui Kesalahan), dimana ini memiliki makna bahwa masyarakat yang datang harus mengakui kesalahan.

Masyarakat Jawa merupakan salah satu Masyarakat yang mempunyai kebudayaan dan tradisi. Didalam tradisi Masyarakat Jawa terdapat nilai-nilai keluhuran kearifan budaya lokal yang menjadi ciri khas Masyarakat Jawa.

Setiap tradisi dalam Masyarakat Jawa memiliki arti dan makna filosofis dan mendalam dan luhur, yang mana tradisi ini sudah ada sejak zaman kuno saat kepercayaan Masyarakat Jawa masih animism dan dinanisme dan tardisi ini semakin berkembang dan mengalami perubahan perubahan.

kebudayaan Jawa adalah budaya syarat dengan symbol-simbolnya memiliki makna lesikal maupun makna sense yang disebut dengan piwulang kebecikan (ajaran kebaikan) piwulang kebejikan inilah yang mengantar Masyarakat Jawa pada sangkan paraning dumadi (arah tujuan hidupnya) yaitu menggapai hidup bahagia dunia dan akhirat. (Suwardi 2009).

Berdasarkan fenomena tersebut Penulis ingin menggali lebih mendalam berbagai informasi mengenai tradisi pada Komunitas Masyarakat Jawa di Desa Tanah Datar khusunya bagi Masyarakat yang masih melakukan tradisi tersebut.

dan juga Penulis ingin mengetahui bagaimana proses dan nilai-nilai kearifan budaya lokal pada Tradisi Bulan Ramadhan yang dilakukan oleh Masyarakat Komunitas Jawa di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo Kabupatean Magetan.

B. Ritual Tradisi yang dilakukan oleh komunitas jawa di Desa Selotinatah

1. Punggahan

Dalam Masyarakat Jawa di Desa Selotinatah,selalu melakukan tradisi yang Bernama “Punggahan”. Punggahan yang dimaksud adalah Tradisi untuk menyambut Bulan Suci Ramadhan
“Punggahan”diambil dari Bahasa jaewa yaitu “Punggah”atau “Munggah” yang artinya naik.Dapat diartikan bahwa punggahan memiliki arti yang begitu banyak seperti menaikkan atau membesarkan Bulan Ramadhan yang telah datang.pada bulan Ruwah (Sya’ban) ini masyarakat melakukan.Tradisi Punggahan setiap tahunnya.

Artinya,bahwa punggahan yang dilakukan pada Bulan Sya’ban ini bertujuan untuk mengunjungi arwah melalui do’a yang dibaca melalui Tradisi Punggahan untuk leluhur yang telah tiada.

2. Selikuran

Pada malam 21 Masyarakat Islam mengenal yang Namanya Malam Lailatul Qodar pada Bulan Suci Ramadhan. Dimana malam Lailatul Qodar diartikan sebagai malam seribu bulan yang di definisikan bahwa seseorang yang tidak tidur pada malam ganjil puasa yaitu, pada malam 21, 23, 25, 27, dan 29, maka akan mendapatkan keutamaan dan kemuliaan yang luar biasa.

Masyarakat Desa Selotinatah menyambut malam Lailatul Qodar juga dengan melakukan suatu tradisi. Tradisi ini sering disebut dengan Tradisi Selikuran. Masyarakat Desa Selotinatah mengartikan selikuran sebagai malam 21.

Kata “Selikuran” diambil dari Bahasa Jawa, Selikur atau 21. Pada malam 21 ini, masyarakat bersama-sama membawa makanan (berkat) ke Mushallah setelah Shalat Tarawih bersama dengan tujuan untuk di doakan
Mbah Sakinem menjelaskan:

“Nang pelaksanaan tradisi selikuran Masyarakat wentuk ngelestaikke tradisi kadi nenek moyang mbiyen,ngedo’akke lan kenduri seurunge bengi lailatul Qadar menambah ganjaran. Menungsoora turu sewengian anggo nyedakne karo Allah SWT.

carane qawe amalan-amalan kebaikan koyo boco Al-Quraan.”Selain pelaksanaan tradisi Selikuran pada masyarakat sebagai bentuk melestarikan tradisi dari nenek moyang dan pendo’aan atau kenduri menyabut Malam Lailatul Qodar untuk menambah pahala.

Advertisements

Masyarakat juga melaksanakan I’tikaf dimasjid dan tadarus Quraan. Dimana masyarakat tidak tidur semalaman pada Malam Lailatul Qodar (malam ganjil) demi mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara berbuat amalan-amalan yang dianjurkan, seperti membaca AL-Quran.

3. Pudunan

Ketika pada akhir Bulan Ruwah (Sya’ban ) tepatnya satu atau duasebelum melakukan puasa. Masyarakat Desa Selotinatah telah melakukan Tradisi Punggahan seperti yang sudah dijelaskan diatas. Berbeda dengan Tradisi Punggahan pudunan memiliki arti yaitu “Turun” diambil dari bahasa “Mudun” atau turun.

Maksud dari Bahasa ini adalah Masyarakat Jawa pada Desa Selotinatah mempercayai bahwa pada bulan ini roh atau arwah para manusia (leluhur) yang sudah meninggal dunia akan”Turun” keduania dengan maksud untuk melihat anak cucunya yang masih hidup.

Satu atau Dua hari sebelum akhir Bulan Ramadhan Masyarakat biasanya mendatangi kembali makam leluhur dengan maksud memberikan do’a terhadap leluhur yang telah turun Kembali kealam kubur setelah sebulan penuh berada diatas alam kedamaian (alam penuh pengampunan).

Masyarakat mengirimkan do’a pengantar selama pudunan agar kiriman do’a Bulan Ramadhan dapat diterima disisi Allah SWT dan bisa meringankan para leluhur dalam kubur.

4. Riyoyo

Riyoyo diambil dari Bahasa Jawa yang artinya Hari Raya. Pada Umat Islam di dunia, hari raya ini diartikan sebagai hari yang besar, dimana pada hari ini umat Islam mengumandangkan takbir dengan rasa syukur telah menyelesaikan ibadah puasa selama satu bulan penuh.

Pada hari raya ini, umat manusia melakukan silaturahmi dengan maksud bermaaf-maafan dengan orang lain atas kesalahan yang pernah dilakukan, baik yang disengaja maupun tidak sengaja.

Karena pada hari raya diakui sebagai hari-hari pengampunan atas sesama umat manusia. Pada Masyarakat Jawa yang berada di Desa Selotinatah dalam menyambut hari raya mempunyai tradisi yang disebut “Riyoyo”( Hari Raya).pada tradsi ini masyarakat Desa Seloinatah melakukan suatu syukuran (Kenduri) yang dilakukan pada pagi hari setelah menunaikan Shalat Idul Fitri.

Baca juga : Apresiasi Ekonomi : Pengertian, Penyebab, dampak dan Perbedaanya dengan Depresiasi
5. Kupatan

Masyarakat Jawa Desa Selotinatah mempunyai banyak istilah untuk Tradisi Kupatan ini, antara lain Bodho Syawal (lebaran syawal) dan Bodho Kupat (Lebaran Ketupat).

Tetapi walaupun mereka begitu banyak istilah, tetapi memiliki 1 arti yang sama. Pada Masyarakat Jawa Desa Selotinatah, tradisi ini cukup dikenal dengan istilah “Kupatan”.

Kupatan tidak jauh berbeda dengan Hari Idul fitri, karena sama-sama melalui tahap puasa terlebih dahulu. Kalau Hari Raya Idul Fitri mempunyai tradisi yang dinamakan sebagai Tradisi Riyoyo yang dilakukan setelah selesai melewati 1 bulan penuh puasa pada Bulan Ramadhan.

Berbeda dengan kupatan, yang dilaksanakan setelah selesai melakukan Puasa Syawal.
Mbah Sakinem menjelaskan ;
“Puasa pada Bulan Syawal dilakukan dari tanggal 2 syawal “(Sehari setelah Hari Raya Idul Fitri) selama 6 hari bert1urut-turut. Karena memiliki keutamaan yang sangat luar biasa. Seperti Sabda Nabi SAW : “Barangsiapa yang berpuasa pada Bulan Ramadhan dan berpuasa enam hari pada Bulan Syawal ,maka dia seperti berpuasa setahun penuh”.

Kemudian, setelah berpuasa Masyarakat kami mempunyai tradisi yang disebut Bodho Syawal (Kupatan atau lebaran Syawal).”Dilakukan di hari ke 8 setelah lebaran Idul Fitri pada pagi hari sekitar jam 7 sampai jam 9 “.

Kupatan merupakan tradisi yang biasa dilakukan oleh Masyarakat Jawa pada hari ke 8 setelah hari raya Idul Firti, yakni melakukan tradisi membuat ketupat.

Dalam hal ini Masyarakat Desa Selotinatah membuat ketupat pada hari raya ke 7 tepatnya pada sore hari untuk dibawa ke Mushallahh pada keesokan harinya. Tujuan utama dari tradisi ini adalah untsi membuat ketupat.

Dalam hal ini Masyarakat Desa Tanah Datar membuat ketupat pada hari raya ke 7 tepatnya pada sore hari untuk dibawa ke Mushallahh pada keesokan harinya. Tujuan utama dari tradisi ini adalah untuk berdoa Bersama.

C. Nilai-Nilai Kearifan Budaya Lokal Yang Terkandung Dalam Tradisi Bulan Ramadhan

1. Nilai Rukun

Masyarakat Jawa memegang teguh bahwa rukun merupakan sebuah kondisi untuk mempertahankan kondisi Masyarakat yang harmonis, tentram, aman dan tanpa perselisihan.

Masyarakat Jawa berusaha sebisa mungkin menjaga kerukunan dalam lingkungannya. Berusaha bagaimana terjadinya keharmonisan dalam masyarakat luas.

Perlu menjadi catatan penting bahwa individu dipandang tidak terlalu penting dalam kedudukan sosial individu harus selalu berusaha mementigkan sosial yang lebih luas dan bukan pribadinya sendiri.

Kerukunan dengan alam dan linkungan masyarakat oleh masyarakat Jawa dipandang mampu membawa ketentraman kenyamanan dan kedamaian hidup.

2. Nilai Rasa Hormat

Prinsip hormat berhubungan erat dengan masyarakat yang teratur secara hirarkis misalnya, hubungan antara orang tua, anak dan antar teman sebaya.

Dalam Masyarakat Jawa hal tersebut telah terungkap jelas melalui bahasa yang mereka gunakan untuk menyebut atau berbicara dengan orang yang lebih tua.

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh Masyarakat Jawa dalam mengembangkan sikap hormat ini adalah mempunyai kesadaran akan kedudukan sosialnya.

Masyarakat Jawa sejak dini telah menanamkan kesadaran akan kedudukan sosial ini kepada anak anaknya. Penanaman kesadaran ini terungkap secara langsung dalam beberapa bentuk sikap, yaitu Wedi, Isin, dan Sungkan.

3. Nilai Gotong Royong

Pada Masyarakat Jawa, gotong royong adalah kegiatan yang masih dipertahankan, dimulai dari kegiatan umum seperti gotong royong membersihkan desa maupun dalam acara-acara keluarga masyarakat setempat antara lain acara pernikahan, kelahiran /sampai kematian.

Gotong royong menjadi nilai yang begitu berharga bagimasyarakat, karena dalam gotong royong dapat memberikan keringanan bagimasyarakat yang membutuhkan karena dikerjakan secara Bersama sama.

D. Penutup

Tradisi yang masih dilakukan oleh Masyarakat Desa Selotinatahmemberikan suatu identitas sebagai masyarakat yang masih bisa melestarikan kebudayaan (tradisi) yang diturunkan oleh nenek moyang terdahulu.

Atas dasar itulah, kita semua mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan tradisi tersebut.Mulai dari masyarakat seperti orang tua,pemyuda anak dan pemerintah semua berkewajiban untuk melestarikannya.

Cara yang tepat untuk melestarikan tradisi ini salah satunya adalah dengan ikut serta atau ikut berpartisipasi dalam melaksanakan tradisi pada Bulan Ramadhan.berharap dengan keikutsertaan semua pihak,tradisi ini bisa bertahan untuk generasi muda kedepannya.

Oleh : ULFA UMAMI

Facebook Comments Box
Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Tantangan Integrasi Nasional Dimensi Horizontal dan vertikal

17 Oktober 2023 - 08:26

sebutkan tantangan bangsa indonesia dalam membangun integrasi nasional

Faktor-Faktor Pendorong Integrasi Nasional

17 Oktober 2023 - 08:00

Faktor-Faktor Pendorong Integrasi Nasional

Sejarah integrasi Nasional Indonesia

17 Oktober 2023 - 07:45

Sejarah integrasi Nasional Indonesia

Integrasi Nasional : Makna, Pengertian, Macam-Macam Jenis, dan Pentinya Integrasi Nasional

17 Oktober 2023 - 07:33

faktor pembentuk integrasi nasional

Refleksi dan Argumentasi Pentingnya Identitas Nasional

17 Oktober 2023 - 07:07

Refleksi dan Argumentasi Pentingnya Identitas Nasional

Dinamika dan Tantangan Identitas Nasional

17 Oktober 2023 - 06:55

Dinamika dan Tantangan Identitas Nasional
Trending di Edukasi