finaninsia- Syekh Abdul Qadir Al Jaelani merupakan salah satu tokoh dalam bidang sufi yang sangat, selain itu beliau merupakan seorang wali Allah yang memiliki derajat yang tinggi Syekh Abdul Qadir Al Jaelani tidak terlepas dari latar belakan beliau yang mulia, serta kegigihan dalam menuntut ilmu serta membagikan ilmunya.
Beliau adalah sosok yamg aktif dalam bidang mazhab Fiqih yang kemudian tertarik untuk mendalami ilmu Tasawuf. Dalam bidang tasawuf beliau memiliki konsep pemikiran yang menurut para muridnya sangat membantu dalam proses pendalaman diri dalam mencapai marifatullah.
Dalam bidang inilah menjadi latar belakang lahirnya sebuah kelompok yang menghimpun orang-orang yang ingin menempuh derajat tasawuf tentunya melalui berbagai konsep ajaran dan amalan yang di cetuskan oleh Syekh Abdul Qadir Al Jaelani. Kelompok ini bernama tarekat Qadariyah yang hingga saat ini berkembang dan sangat masyhur (terkenal) hingga hampir ke seluruh wilayah dan negara termasuk di Indonesia.
Baca juga : Peran Guru Dan Orang Tua Dalam Pendidikan Anak Di Sekolah Dasar
Seorang sufi senantiasa menempuh jalan kerohaniannya dengan menaungkan diri ke dalam suatu tarekat yang tentunya melalui bimbingan oleh seorang guru. Banyak sekali guru-guru yang mendirikan sebuah tarekat untuk menuntun para sufi dalam menempuh jalan kerohanian, salah satunya adalah Syekh Abdul Qadir Jaelani yang mendirikan sebuah tarekat yaitu tarekat Qadariyah. Tarekat ini menjadi awal tonggak berkembang dan munculnya berbagai tarekat dan cabangnya di seluruh dunia.
Lahir dan kemunculan aliran ini terjadi pada abad ke 5 Hijriyah atau ke 13 Masehi, sebagai kelanjutan kegiatan para kaum sufi yang menempuh jalan tasawuf dan awal mula perkembangan tarekat Qadariyah dikembangkan sendiri oleh Syekh Abdul Qadir Al Jaelani di wilayah Asia Tengah tepatnya di Tibristan kemudian berkembang ke wilayah Baghdad, Irak, Turki, Arab Saudi, hingga berkembang juga di wilayah Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailan, India, dan di Tiongkok.
Syekh Abdul Qadir Al Jaelani adalah sosok yang berpengaruh atas kemunculan tarekat Qadariyah ini, beliau dikenal sebagai al Gahwits atau Quthb al Aqaliyaa yaitu raja para Wali atau pemimpin para Wali, hal ini di karnakan derajat keilmuan beliau yang begitu tinggi serta mengalirnya keberkahan yang ada padanya.
Keluasan keilmuan dan aqidah keimanan yang dimiliki oleh Syekh Abdul Qadir Al Jaelani menjadikan beliau sangat dikenal pada masanya, hal itulah yang menyebabkan para muridnya ingin mengikuti tindak lakunya dan mengamalkan ajaran spiritualnya untuk meraih derajat tasawuf.
Salah satu keistimewaan yang ada dalam tarekat Qadariyah ini adalah kebebasan yang di berikan oleh sang guru untuk melakukan riyadhah atau membuat metode penempuhan tasawuf sendiri apabila seorang murid berhasil menjalankan tahap ajaran sufistik yang diajarkan oleh gurunya dan terlah mencapai derajat yang sama dengan sang guru, sehingga seorang murid dapat dikatakan sebagai Murad.
Banyak para sufi yang mengikuti tarekat Qadariyah ini karna ajaran dan metode yang di ajarkan atau yang di cetuskan oleh Syekh Abdul Qadir Al Jaelani dirasa sangat efektif dan mudah untuk dijalankan sehingga mereka mampu mencapai derajat tasawuf sebagaimana yang diinginkan.
Hal ini pula menyebabkan tarekat Qadariyah ini sangat dikenal, mudah berkembang dan di terima hingga ke beberapa wilayah di dunia, tarekat ini memiliki pengaruh yang sangat besar di dunia sufistik dan tasawuf bahkan hingga saat ini.
Latar belakang Syekh Abdul Qadir Al Jaelani
Syekh Abdul Qadir Al Jaelani merupakan pendiri tarekat Naqsabandiyah yang lahir di sebuah desa terpencil di Tabaristan tepatnya di wilayah Jailan (desa Jilan, Kailan, Kilan, atau Al-Jil), sehingga di nisbatkan pada nama akhir beliau yaitu al- Jailani atau Al-Jil. Beliau lahir tepat pada tanggal 1 Ramadhan tahun 470 H/1077 M.
Sebagaimana penuturan dari Syekh Muhammad al-Kasnawi, adapun orang tua Syekh Abdul Qadir Al Jaelani masih merupakan silsilah keturunan langsung dari Sayyidina Husain (pihak ibu), dan keturunan Sayyidina Hasan (pihak Ayah).
Sebagai seseorang yang memiliki derajat keilmuan yang tinggi Syekh Abdul Qadir Al Jaelani tidak lepas dari aktivitas menimba ilmu atau berguru.
Semasa hidupnya beliau berjuang di jalan Allah dengan menimba ilmu untuk kemudian dapat bermanfaat bagi dirinya dan orang lain dengan mengajarkannya kepada masyarakat umum. Kewajiban menuntut ilmu ini sudah ditanamkan dan didorong oleh keluarga beliau karna hal ini merupakan kewajiban setiap Muslim.
Perjalanan menuntut ilmu yang di lakukan oleh Syekh Abdul Qadir Al Jaelani dimulai saat beliau berusia 5 tahun yaitu dengan mempelajari agama islam di sebuah madrasah lokal di Jiran selama kurang lebih sepuluh tahun. Saat usia 10 tahun beliau menyadari bahwa beliau merupakan seorang Wali utusan Allah, informasi ini beliau dapatkan dari para malaikat yang menghampiri beliau saat sampai di Madrasah.
Pada usia 18 tahun beliau melanjutkan pendidikan agamanya ke wilayah Baghdad, karna pada saat itu Baghdad merupakan pusat perkembangan ilmu pengetahuan tepatnya di Madrasah Jami’ah Nizhamiyah yang didirikan oleh mentri Persia yaitu Nizham al-Mulk pada tahun 1065 M.
Selain itu madrasah ini juga merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang di akui negara berkaitan dengan pendidikan teologi atau ketuhanan.
Syekh Abdul Qadir Al Jaelani berguru dengan dengan berbagai ulama yang terkenal pada masa itu, beliau mempelajari berbagai bidang ilmu diantaranya ilmu qiraat, tafsir, fiqih, syariat, adab, tarekat, dan ilmu tasawuf yang sangat mempengaruhi kehidupan sufistik dalam diri beliau.
Dalam mempelajari ilmu tasawuf Syekh Abdul Qadir Al Jaelani berguru dengan Syekh Hammad bin Muslim Al Dabbas yang dikenal dengan kepribadian beliau yang sangat keras, tegas dalam bertutur kata, dan kaku dalam bergaul, hal ini beliau lakukan untuk menguji para muridnya sebagai takaran dalam melihat tingkat kesabaran dan ketabahannya, karna tasawuf sangat menekankan sikap yang menjahui segala hal yang berkaitan dengan kesenangan dan hawa nafsu. Metode ini disebut sebagai metode Mujahadah.
Setelah memantapkan diri dan menjalankan setiap ketentuan yang sudah dipelajari dalam ilmu tasawuf, Syekh Abdul Qadir Al Jaelani kemudian bergabung dengan sebuah tarekat yang dipimpin oleh Sayyid Abu Sa’id al-Makhzumi. Syekh Abdul Qadir Al Jaelani selalu di beri perhatian penuh oleh Abu al-Makhzumi karna beliau merasa Syekh Abdul Qadir Al Jaelani memiliki sebuah keistimewaan yang tersendiri.
Semakin lama keadaan Baghdad semakin memburuk dengan banyak munculnya kemungkaran dan ditnah di kalangan masyarakat saat itu, bahkan keadaan setelah perang salib antara umat islam melawan umat kristianani juga merupakan penyebab kerancauan itu.
Keadaan ini mulai dirasakan Syekh Abdul Qadir Al Jaelani saat beliau menimba ilmu selama kisaran 25 tahun, beliau akhirnya memberanikan diri untuk mulai mengingatkan masyarakat pada saat itu dengan berceramah untuk membangkitkan keimanan masyarakat mislim pada saat itu.
Karakter suaranya yang lembut namun tegas dan ilmu agama yang dimiliki Syekh Abdul Qadir Al Jaelani sangat dalam sehinga membuat para pengikutnya yang selalu mendengarkan ceramah beliau semakin lama semakin terbawa dan terketuk hatinya unguk kembali mendekatkan diri kepada Allah, bahkan banyak masyarakat yang masuk agama islam karna mendengan ceramah beliau.
Karna hal tersebutlah beliau dapat mengembalikan keadaan kota Baghdad seperti sebelumnya. Dari ceramah yang beliau lakukan menimbulkan efek yang sangat signifikan dan menonjol di kalangan masyarakat, hal ini terlihat dengan banyaknya pengikut serta muncul murid-murid yang ingin berguru dengan beliau.
Syekh Abdul Qadir Al Jaelani dikenal dengan kepribadiannya yang sangat rendah hati, belaiu juga dikenal sebagai figur yang berwibawa, lembut hatinya, dan dermawan demgan ilmunya. Selain itu beliau juga memiliki akhlak yang mulia sehingga Allah menjadikannya sebagai Shultan al-Auliya’atau sultanya para wali.
Setelah menempuh hidup yang panjang serta berbagai perjuangan yang telah beliau lakukan , Syekh Abdul Qadir Al Jaelani wafat dalam usia genap 90 tahun, pada tanggal 8 Rabi’ul Awal tepatnya pada tahun 561 H dan di makamkan di madrasah tempat beliau menimba ilmu yaitu di Baghdad, Irak. Sebelum Syekh Abdul Qadir Al Jaelani wafat, beliau menderita penyakit ringan yang tidak dalam waktu lama.
Dengan wafatnya Syekh Abdul Qadir Al Jaelani tidak juga menghentikan ajaran beliau, karna terus di lanjutkan oleh keturunan dan murid- muridnya. Bahkan berbagai ajaran yang belau cetuskan dipraktikkan dan di kembangkan hingga ke berbagai wilayah di seluruh dunia.
Beliau juga meninggalkan karya-karya yang sangat berguna hingga saat ini. Diantara karya- karyanya berkaitan dengan berbagai persoalan yang mendasar terkait dengan Fiqih, Akidah, dan Tafsir Al Qur’an.
Konsep ajaran tasawuf Syekh Abdul Qadir Al- Jaelani
Konsep ajaran tasawuf yang dikembangkan oleh Syekh Abdul Qadir al Jaelani termasuk dalan tasawuf amali (tasawuf secara praktis). Tasawuf amali ini menekankan pada pada perilaku terpuji yang dalam kaitanya dengan berbagai amalan atau ibadah kepada Allah.
Konsepsi tasawuf amali tersebut termuat dalam kitab al-Ghunyah Li Thalib Thariaq al-Haq, yang juga merupakan pokok dasar dalam bertasawuf, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mujadah, yaitu melawan kehendak nafsu yang membelenggu dengan takwa dan perasaan takut kepada Allah Swt dengan jalan Muraqabah (melakukan ibadah seolah-olah melihat Allah, jika tidak mampu maka meyakini bahwa Allah Maha Melihat).
2. Tawakkal, sebagaimana hakikatnya adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah dengan banyak beribadah dan mendekatkan diri dengan Allah stwt sehingga kelak dapat menumbuhkan hasil yang sesuai dengan yang di harapkan.
3. Akhlak yang baik, dengan menjunjung akhlak yang baik atau mulia dengan menhindari segala akhlak tercela kepada Allah ataupun baik kepada siapapun makhluk Allah.
4. Syukur, menerima segala nikmat yang diterima dengan senantiasa menjunjung dan memuji asama Allah sang pemberi nikmat,sehingga akan terus ditambah nikmat tersebut oleh Allah.
5. Sabar dalam menjauhi larangan, tabah dalam menghadapi kesulitan, dan selalu menampakkan kecukupan ketika ditimpa kemiskinan kekurangan.
6. Ridha, yaitu ridha atas segala sesuatu yang telah di tentukan oleh Allah Swt dengan berpasrainh menerima dengan ikhlas tanpa menngeluh atau memberontak.
7. Shiddiq (jujur), dengan menegaskan kebenaran walaupun dalam keadaan yang terancam, kejujuran itu merupakan kesesuaian antara isi hati dengan perkataan, ada juga yang mengatakan bahwa jujur adalah tidak menyalahi janji Allah dengan menjalankan amal ibadah kepada-Nya.
Dalam hal ini walaupun konsep tasawuf yang dicetuskan Syekh Abdul Qadir al-Jailani tidak secara langsung bersifat sistematis, namun terdapat sisi positif yang lebih menunjukkan dan menekankan pada proses sufisme melalui langkah-langkah yang sifatnya substantif yang tentunya esensi di dalamnya tidak menggeser pokok atau inti ajaran tasawuf, yang meliputi berbagai proses diantaranya pertaubatan, penjernihan hati dan integrasi ilmu dan amal.
Selain itu Syekh Abdul Qadir al-Jailani mampu menyelaraskan syariat dengan tasawuf sama dengan konsepsi al-Ghazali. Beliau memberikan penekanan dalam peningkatan amal di dunia yang akhirat, proses penjernihan hati melalui strategi Tazkiyar an-Nafi yang menjadi bagian mutlak untuk dapat di amalkan oleh seorang salik yang juga tidak terlepas dari proses mujahadah dalam memperoleh kedudukan yang marifatullah.
Baca juga : Investasi : Pengertian, Jenis-Jenis, tujuan, Manfaat dan Cara Investasi
Amalan dan ajaran tarekat Qadariyah
Syarat pertama yang harus di penuhi oleh seorang salik saat hendak mengikuti tarekat Qadariyah ini maka perlu untuk menyempurnakan suluk yaitu proses pendekatan diri kepada Allah dengan memenuhinya tiga komponen suluk yakni syariat, tarekat dan hakikat .
Kemudian seorang salik yang hendak mengikuti ajaran tarekat Qodariyah pada awal nya di lakukan proses baiat kemudian dilakukan pendidikan Akhlak untuk memalingkan kehidupan dunia dan segala hal yang bersifat duniawi, hal ini bertujuan untuk menyucikan jiwa dari segala kotoran yang berupa perbuataan,perkataan ataupun pikiran, sehingga lebih sempurna saat mendekatkan diri kepada Allah.
Menurut Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulum al Din yang dikutip oleh Damanburi dan M. Dani Habibi, pendidikan akhlak dilakukan dengan beberapa strategi diantaranya dalam tahap awal melakukan pelenyapan, pembuangan,dan pengosongan diri dari sifat-sifat yang tidak baik dan tercela tahap ini dikenal denagan takhliyah al nafs. Strategi yang kedua adalah mengupayakan dan mengisi diri dengan akhlak yang baik ,tahap ini dikenal dengan tahliyah al nafs.
Sementara ajaran inti yang merupakan amalan yang di terapkam dalam tarekat Qadariyah secara umum berupa wirid-wirid,sholawat,dan dzikir. Dzikir yang digunakan bernama dzikir nafi’ itsbat atau dzikir jahr yang dianjurkan pertama kali oleh Sayyidina Ali Karramhu Wajhah dan kemudian digunakan oleh Syekh Abdul Qadir Al Jaelani sebagai salah satu amalan dalam tarekatmya, dilakukan dengan melafalkan kalimat laa ilaha illallah secara bersuara dan berulang’ulang.
hal ini bertujuan untuk senantiasa mengingat Allah di setiap gerak aktivitas maupun dalam mengkhusyukkan dan memusatkan diri kepada Allah. Dzikir dengan melafalkan kalimat laa ilaha ilallah mengandung keseluruhan asma Allah yang terkandung dalam Al Qur’an, serta merupakan dzikir yang terbaik. Dzikir ini juga di baiatkan oleh Mursyid pada saat Bai’at Awal atau saat baiat pertama.
Sedangkan wirid sebagaima yang dijelaskan dalam kitab Sabilus Salikin dilakukan di pagi dan sore yang wajib untuk dilaksanakan, wirid ini diberikan oleh seorang mirsyid jika dipandang seorang salik pantas untuk ditambah aurad (wirid)nya, dengan melakukan bermacam-macam dzikir yang harus dilakukan oleh seorang salik.
Diantara wirid yang dilakukan adalah melafalkan kalimat laa ilaha illallah sebanyak 100 kali, Istighfar sebanyak 100 kali, sholawat sebanyak 100 kali, dzikir sebanyak 100 kali. Dan jika seorang salik dirasa mampu untuk melakukan wirid sebelumnya maka mursyid akan menambah beberapa macam wirid lain, kemudian setelah selesai dilanjutkan demgan membaca Al Fatihah yang di tujukan atau di hadiahkan kepada Mursyid tariqah dan selurih silsilah tariqah.
Tata cara dalam melakukan dzikir dan wirid ini dilakukan dengan mendahulukan untuk mensucikan diri dari hadas dan najis, hal ini dikarnakan dzikir adalah ibadah yang suci serta bertabiat langsung denagn Allah, bersifat sakral, bentuk komunikasi dengan Allah. Kemudian memposisikan diri dengan menghadap ke kiblat, duduk tawaruq untuk mengkhusyukan diri dalam melaksanakan dzikir.
Kemudian pelantunan atau pembacaaan sholawat dalam tarekat Qadariyah ini berupa sholawat Ibadallah Rijallah yang menurt para ahli tarekat sholawat ini mempunyai derajat tinggi, berisikan panjatan doa, puji pujian, yang ditujukan kepada Allah Swt dan rasulullah Saw.
Selain itu dalam Tarekat Qadariyah memiliki lima pokok-pokok dasar sebagai asas dalam bertarekat yang digunakan juga sebagai pegangan dalam menjalankan ajaran-ajaran beribadah diantaranya :
1. ‘Uluwu Al Himmah (tinggi cita-cita), Seseorang yang menempuh jalan tasawuf dengan bertarekat hendaknya memiliki keinginan, harapan atau cita-cita tinggi untuk selalu dekat dengan Allah swt, mewujudkan hal tersebut dengan senantiasa melaksanakan amalan-amalan.
Langkah awal yang harus di tempuh seorang sufi adalah dengan bertaubat dan mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, selain itu juga menyucikan dan membebaskan diri dari segala perbuatan tercela ataupun zat yang membawa mudharat saat hendak mendekatkan diri kepada Allah Swt, karna Allah maha Suci.
2. Hidzfu al Hurmah (memelihara kehormatan), Seorang sufi hendaknya menjaga dan memelihara kehormatan dengan tidak melakukan perbuatan tercela ataupun dosa yang dapat membuat derajatnya hina baik di hadapan manusia maupun di hadapan Allah Swt. Karna seseorang yang memelihara kehormatan dirinya maka sama dengan memelihara kehormatan Allah. Tentunya juga dilakukan dengan senangiasa menjaga prilaku , perbuatan, dan perkataan.
3. Husnu al Hidmah (memperbaiki khidmad kepada Allah), Seorang sufi yang juga termasuk penganut tarekat harus senantiasa ber- Husnu al Hidmah yaitu memperbaiki dan menyempurnakan ibadah dengan memfokuskan diri kepada Allah sehingga ibadah terasa khidmad dan Khusyuk tentunya hal tersebut dapat mendatangkan keberkahan dan rahmat yang sangat nikmat.
4. Nufudz al-Uzmah (melaksanakan cita-cita), Setelah memantapkan tujuan atau cita-citanya seorang sufi yang menganut sebuah tarekat harus menekankan pada dirinya untuk selalu bersungguh-sungguh dalam mewujudkan cita-cita tersebut, hal ini bertujuan untuk senantiasa memperoleh hidayah dari Allah Swt.
5. Ta’dhim al Ni’mah (memperbesar karunia dan nikmat Allah), Seorang sufi yang menganut tarekat senantiasa mengaggungkan nikmat yang diperolehnya dengan selalu bersyukur kepada Allah dengan begitu maka nikmat yang diperoleh akan semakin bertambah (membesar).
Bedasarkan penjabaran di atas dapat di simpulkan bahwa Syekh Abdul Qadir Al jaelani merupakan tokoh yang masyhur dalam berbagai bidang yang paling menonjola adalah dalam bidang ilmu tasawuf. Beliau memiliki latar belakang yang masih dari keturunan langsung dari Sayyiidina Hasan dan Husain. Beliau menimba ilmu di sebuah madrasah di wilayah Jiran selama kurang lebih sepuluh tahun, Kemudian beliau melanjutkan untuk menimba ilmu di Baghdad, di sanalah beliau Wafat tepatnya pada usia tepat 90 tahun.
Beliau dikenal memilki kepribadian yang rendah hati, selain itu kegigihan dalam menuntut ilmu menjadikan beliau memiliki tinggatan atau kedudukan ilmu yang sangat tinggi, beliau juga merupakan salah seorang wali utusan Allah, risalah ini beliau dapatkan dsaat usia 10 tahun.
Konsep ajaran tasawuf yang Konsep ajaran tasawuf yang dikembangkan oleh Syekh Abdul Qadir al Jaelani termasuk dalan tasawuf amali (tasawuf secara praktis).Tasawuf amali ini menekankan pada pada perilaku terpuji yang dalam kaitanya dengan berbagai amalan atau ibadah kepada Allah.
Konsepsi tasawuf amali tersebut termuat dalam kitab al-Ghunyah Li Thalib Thariaq al-Haq, yang juga merupakan pokok dasar dalam bertasawuf, tersebut adalag Mujadah, Tawakal, akhlak yang baik, syukur, sabar, dan jujur. Konsep ajaran ini sangat berkaitan dengan pengimplementasian amalan dan ajaran dalam taarekat Qadariyah.
Syekh Abdul Qadir Al JaelanIi juga merupakan tokoh yang mendirikan tarekat Qadariyah. Dalam tarekat tersebut terdapat berbagai amalan yang di terapkan oleh seorang sufi dalam mencapai derajat tasawuf sehingga dapat lebih dekat dengan Allah dan memperoleh Cintanya. Salah satu alasan banyaknya pengikut dalam tarekat Qadariyah ini adalah metode amalan dan ajarannya yang dirasa mudah untuk di lakukan dan diikuti, tentunya tidak mengesampingkan dari tujuan yang ingin diraih.
Amalan yang terdapat dalam aliran Qadariyah ini secara umum melakukan berbagai dzikir, wirid, dan sholawat yang ditentukan dengan target-target tertentu. Dengan bertarekat ini maka para sufi dapat di bimbing dengan seorang Mursyid, sehingga dapat menjalankan amalan dengan maksimal.
Ajaran yang ada dalam Tarekat Qadariyah masih sangat berkaitan dengan kosnep ajaran tasawuf yang dikemukakan oleh Syekh Abdul Qadir Al Jaelani, dalam hal ini Aliran Qadariyah juga memiliki lima pokok-pokok dasar sebagai asas dalam bertarekat, hal ini juga digunakan sebagai pegangan dalam menjalankan ajaran-ajaran beribadah diantaranya adalah, ‘Uluwu Al Himmah (tinggi cita-cita), Hidzfu al Hurmah (memelihara kehormatan), Husnu al Hidmah (memperbaiki khidmad kepada Allah), Nufudz al-Uzmah (melaksanakan cita-cita), Ta’dhim al Ni’mah (memperbesar karunia dan nikmat Allah).
Daftar Pustaka:
Habibi, M. Dani dan Damanburi. 2012. Pengamalan Thoriqoh Qodariyah Wa Naqsabandiyah Sebagai Pendidikan Akhlak Di Pondok Pesantren Miftahul Huda Malang, Jurnal Jawi Vol.4 No.1.
Irawan, Agus. 2012. Buku Pintar Tasawuf ,Terj. al-Tashawwuf dalam al-Gunyah Lithalibi Thariq al-Haqq, karya Syekh Abdul Qadir al-Jailani, terbitan Dar al-Kutub al Islamiyah, Beirut, Libanon. Jakarta:Zaman.
Kitab Sabilus Salikin, jalan Para Salik: Panduan Bagi Salik Thatekat Naqsabandiyah Kujaddadiyah Khalidiyah. Pandean Sengonagung Porwosari Pasuruan : Pondok Pesantren Ngalah, 2012.
Maulana, A. Bisri. 2021. Ngalap Berkah Karomah Syekh Abdul Qadir Jailani Kisah dan Naaihat Spiritual Untuk Ketentraman dan Kebahagiaan Dunia Akhirat. Yogyakarta: Aksara.
Qori’atul, Eka Mutia, “Pengaruh Tatekat Qadariyah Terhadap Keislaman Banten”.
Ramadhani, Sahara dan Shofia Trianing Indarti. 2021. Kisah Penyejuk Jiwa Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani. Yogyakarta:Anak Hebat Indonesia.
Valudin, Mir. 1997. Dzikir Dan Kontemplasi Dalam Tasawuf. Bandung: Pustaka Hidayah.
Yazid, M. Aba. 2022. Etos Kerja Penganut Tarekat Qadariyah Naqsabandiyah. Pekalongan:Penerbit Nem.
Oleh : Frezha Dwi Kurnia Putri