finaninsia – Al-Qur’an tidak diturunkan dalam ruang hampa . Al Quran berinteraksi dengan orang yang beradab dan orang yang tidak beradab, sehingga orang dari mereka menolak atau menentang Al-Qur’an. Turunan bertahap merupakan tahapan yang berperan penting dalam efektifitas dakwah Islam.
Orang-orang menerima Islam dengan mudah dan menerimanya melalui wahyu yang tidak semuanya jatuh bersamaan dan jika ada yang keberatan, itu hanya karena mereka tidak mau mengakui keberadaan Alquran.
Al-Qur’an yang tidak segera diturunkan, berdialog dengan masyarakat Makkah dengan mempertimbangkan latar belakang masyarakat, sosial budaya dan sosio-grafis dan Al’Qur’an ketika diturunkan di Madinah. tahu fase hitung mundur dari Quran.
A. Pendahuluan
Al-Quran merupakan kitab suci yang menjadi pedoman bagi seluruh umat Islam di dunia. Dipercaya hadir sebagai buku yang dapat dijadikan referensi untuk mencari solusi setiap masalah dan menyelesaikannya secara adil.
Ini berisi petunjuk tentang kebenaran mutlak tentang Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. melalui Malaikat Jibril. Al-Qur’an yang terdiri dari 30 juz, membutuhkan waktu sekitar 23 tahun untuk muncul.
Ia diturunkan dengan Bahasa Arab dan tempat ia diturunkan adalah di Jazirah Arab. Pewahyuan Al-Qur’an lebih sering terjadi di dua kota terkenal di Jazirah Arab, yaitu Makkah dan Madinah. Al-Qur’an biasa dikenal dengan makkiyyah dan madaniyyah.
Ketika Al-Qur’an diturunkan di dua kota ini, bukan berarti ada tempat kosong. Di dua kota ini, bagaimanapun, orang menerapkan aturan nilai dan kepercayaan.
Bukti adanya nilai dalam masyarakat ini dapat dilihat pada budaya, tradisi dan bentuk peribadatan. Secara khusus, Mekkah memiliki Ka’bah yang merupakan sisa-sisa agama Ibrahim, namun telah memudar setelah sekian lama, dan telah mengalami berbagai penyimpangan.
Dengan demikian jaraknya adalah kali dari masa Nabi Ibrahim as. Pada masa Nabi Muhammad saw. Dengan ini, Ka’bah menjadi pusat kemusyrikan.
Sikap terhadap aturan dan kepercayaan Arab dalam masyarakat Arab adalah salah satu alasan mengapa AlQur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad. tidak dihitung sekaligus, tetapi sedikit demi sedikit, butuh waktu sekitar 23 tahun untuk mencapai.
Selama kurun waktu itu, pesan Al-Qur’an, yang terdiri dari doktrin akidah, standar syari’ah, dan tuntunan akhlak (akhlak), disampaikan secara bertahap.
Mendengarkan dengan seksama pesan-pesan al-Qur’an melalui aspek sastra dan redaksionalnya, dapat diketahui bagaimana realitas sosial pada saat itu.
Mengetahui kaitan antara turunnya ayat-ayat al-Qur’an dengan realitas sosial diketahui pula bahwa al-Qur’an memiliki kaitan kesejarahan yang kuat dengan kondisi masyarakat tanpa menafikan dan mengurangi nilai Quran. wahyu ilahi, yaitu surgawi.
Baca juga : PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI
B. Pembahasan
1. Definisi Al – Qur’an
Secara etimologis, Alquran berasal dari bahasa Arab berupa kata benda abstrak mashdar dari kata (qara’a – yaqrau Alquran) yang berarti membaca.
Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa lafazh Al-Qur’an bukanlah qara’an mustak, melainkan isim Alam (nama seseorang) untuk Kitab Mulia, seperti nama-nama Taurat dan Injil. Gelar ini secara khusus adalah nama Kitab Suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.
Menurut tata bahasa Arab, kata “al-Qur’an” merupakan bentuk mashdari dari kata qara’a, yang berarti muradfi (sinonim) dengan kata qira’ah, yang berarti bacaannya tidak nampak melanggar kaidah, karena itu mengingat penggunaan Alquran di berbagai tempat dan ayat.
Misalnya dalam al Qiyamah ayat 17 18: “Sesungguhnya mengumpulka nnya (ke dalam dadamu) dan (menjadikanmu hikmah) adalah atas biaya kami. Setelah selesai membacanya, ikuti bacaannya” (Al Qiyâmah: 1718).
Di surah lain, seperti al A’raf ayat 20 : (Dan ketika Al Qur’an dibaca, dengarkan dengan penuh perhatian dan amati dengan tenang bahwa Anda rahmat), surah Nahli Ayat 98: (Ketika kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk)” Surat al Isra ayat 106: (Dan Kami turunkan Al-Qur’an dan sedikit demi sedikit sedikit, agar kamu membacakannya kepada manusia secara perlahan, dan Kami kirimkan sebagian).
Surat al Muzammil ayat 20: (Maka dia permudahkan bagimu, maka bacalah dari Al-Qur’an apa yang mudah (bagimu), Surat al Insyiqaq ayat 21: (Dan ketika Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka tidak boleh melakukannya dalam sujud).
Serta Surat al Waqi’ah ayat 77-79: (Al-Qur’an ini memang bacaan yang mulia, dalam kitab yang dilestarikan (Lauh Mahfuzh) tidak ada yang menyentuhnya kecuali hamba yang disucikan. ).
Meskipun makna Al-Qur’an menurut terminologi (terminologi), para ulama berbeda dalam memberikan definisi menurut pendapat dan keahliannya.
2. Tujuan Turunnya Al Qur’an
Al-Qur’an diturunkan kepada masyarakat Arab saat itu untuk mengoreksi patologi sosial masyarakat Arab dan untuk membimbing seluruh umat manusia. Nilai-nilai masyarakat Arab sangat keras sehingga diperlukan panduan untuk memperbaiki keadaan ini.
Nilai-nilai dan perubahan yang dibawa oleh Al-Qur’an dapat mempengaruhi bangsa Arab cukup dalam sehingga Islam membangun tatanan sosial baru yang kokoh berdasarkan AlQur’an.
Politeisme dan paganisme menjadi monoteisme, kesukuan menjadi kesetaraan dan persaudaraan, penindasan menjadi keadilan sosial. Tantangan dan patologi sosial selalu ada dan selalu muncul selama kehidupan manusia.
Hal ini berkaitan erat dengan potensi yang tersembunyi dalam diri manusia, yaitu potensi destruk f dan konstruk f, sehingga manusia dak boleh dibiarkan tanpa bimbingan dan bimbingan harus dilanjutkan.
Dan Al-Qur’an selalu menjadi pedoman yang membimbing manusia dimanapun dan kapanpun patologi sosial terjadi.
Alquran adalah ajaran yang terutama menyangkut pembentukan sikap moral yang benar terhadap ak vitas manusia, ak vitas yang benar, baik ak vitas poli k, agama, atau sosial, diperlakukan dalam Alquran sebagai ibadah (tunduk kepada Allah). faktor psikologis yang menciptakan keadaan pikiran yang tepat untuk ber ndak.
3. Waktu Turunnya Al – Qur’an
Proses pewahyuan Al-Qur’an terbagi menjadi tiga tahap. Pertama, dari Allah untuk Lauh al-Mahfuz. Wahyu Al-Qur’an kepada Lauh al-Mahfuz dijelaskan dengan firman-Nya dalam surat Al Buruj ayat 21-22. Beliau bersabda: Artinya: “Bahkan Al-Qur’an (terlarang) yang mulia yang (tercatat) di (tempat) terjaga (Lauh al-Mahfuz).”
Kedua, Al-Quran diturunkan ke langit dunia bersamaan dengan turunnya Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW. Hal ini ditegaskan dengan firman-Nya dalam Surat Ad Dukha ayat 3 dan Surat Al Qadri ayat 1.
Allah SWT berfirman: Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan malam yang penuh berkah ini dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan.” (QS Ad Dukhan: 3) Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (QS Qadr: 1) Akhirnya Al-Qur’an diturunkan secara bertahap ke bumi dalam kurun waktu kurang lebih 23 tahun.
Kitab suci umat Islam ini diturunkan melalui Jibril pada malam qadr. al-Zarkasyi mengatakan dalam alBurhan fi’Ulum Al-Qur’an bahwa ini adalah mayoritas ulama.
Mengenai lamanya diturunkannya Al-Qur’an, Profesor Djidin mengatakan dalam bukunya “Kronologi Al-Qur’an” bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai perhitungan total waktu. Ada yang bilang 23 tahun dan ada yang bilang 25 tahun.
Perbedaan perhitungan ini bersumber dari perbedaan pendapat mengenai lamanya Nabi Muhammad tinggal di Mekkah setelah kenabiannya.
Harist bin Hisham pernah bertanya kepada Nabi Muhammad tentang di mana, menurut hadits, ada dua cara untuk menyampaikan wahyu. seperti yang dialami Nabi Muhammad. Yaitu :
1. Rasulullah SAW. tidak melihat malaikat Jibril a.s. itu hanya datang kepadanya seperti suara bel, dan suara yang sangat kuat yang memengaruhi faktor-faktor kesadaran, sehingga dia siap menerima pengaruh ini dengan segenap kekuatannya.
Kemudian suara itu berhenti dan dia mampu memahami dan mengingat wahyu yang disampaikan oleh Jibril as. itu. Menurut penjelasan Nabi,cara ini adalah yang paling sulit dia alami.
Pasalnya dengan cara demikian berarti malaikat Jibril tetap berada pada alam aslinya yaitu alam gaib, dan Rasulullah harus meninggalkan dunia batinnya untuk berkomunikasi dengan alam gaib yaitu mengumpulkan segala kekuatan. Kesadarannya untuk menerima, mengingat dan memahaminya.
Dan suara itu bisa jadi adalah suara malaikat yang mengepakkan sayapnya, sebagaimana disinggung dalam hadits riwayat Bukhari: “Ketika Allah menghendaki sesuatu terjadi di langit, maka malaikat mengepakkan sayapnya karena menaati firman-Nya, seperti suara seseorang . rantai di atas batu. licin”.
Baca juga : Agen Manufaktur : Pengertian, Jenis-jenis, Kelebihan, dan Kekurangannya
2. Malaikat Jibril datang kepada Nabi menjelma sebagai manusia dalam wujud manusia biasa, agar Nabi dapat melihatnya secara nyata. Kemudian Jibril memberinya wahyu dan dia mampu memahami dan mengingatnya.
Cara ini lebih mudah dari yang sebelumnya, berkat kompatibilitas pembicara dan pendengar. Nabi merasa sangat senang ketika mendengar pesan dari utusan karena merasa bahwa dia adalah orang yang akan menghadapi saudaranya.
Kemunculan Jibril sebagai laki-laki tidak mengharuskannya untuk melepaskan sifat spiritualnya, juga tidak mengharuskan sifatnya untuk menjadi laki-laki.
Tapi intinya dia muncul dalam wujud manusia tadi untuk menyenangkan Rasulullah sebagai manusia. Meskipun keadaan pertama yang dialami Nabi saat menerima wahyu tidaklah menyenangkan, karena keadaan seperti itu membutuhkan ketinggian spiritual Nabi yang setara dengan tingkat spiritual seorang malaikat.
Menurut Ibnu Khaldum, pertama kali dikutip oleh Manna’ Qattan, Rasulullah meninggalkan sifat fisiknya untuk berkomunikasi dengan para malaikat, yang bersifat spiritual.
Sementara dalam situasi lain, malaikat berubah dari orang yang murni spiritual menjadi orang fisik.” Kedua hal tersebut merupakan cara penyampaian wahyu yang dialami nabi melalui malaikat Jibril.
Inilah yang dimaksud oleh Allah SWT. Surat ash Shura: 51: “Dan Allah tidak berbicara kepada seseorang kecuali dengan wahyu atau di balik tabir atau dengan ditemani seorang utusan (malaikat) dan dengan izinnya diturunkan kepadanya apa yang dia kehendaki.
Mulia dan Bijaksana.” Jadi terlihat bahwa gambar pertama mempengaruhi suasana dan sangat menegangkan, pesan yang diterima sepertinya sangat sulit.ȱȱ Demikianlah Allah berfirman dalam Surat al Muzammil ayat 5: “Sesungguhnya Kami ingin menyampaikan kepada kalian perkataan yang keras”.
Ketika wahyu turun melalui jalan pertama atau kedua dengan tekanan ringan atau kuat, Rasulullah tetap sadar dan memahami sepenuhnya apa yang diturunkan kepadanya. Rasulullah pun selalu menggerakan lidah dan bibirnya saat mengulangulang wahyu yang diterimanya agar tidak lupa.
Pada akhirnya, Nabi secara konsisten mengikuti semua yang disampaikan malaikat Jibril hingga suratnya, karena Allah memudahkannya untuk memisahkan wahyu yang diterimanya dan mengingatnya sedikit demi sedikit. Selain itu, Allah SWT mengingatkan Nabi untuk tenang saat membaca dan menghafalnya (QS. Al Qiyamah 16 19) dan tidak terburu-buru (QS.
Thaha: 11
C. Kesimpulan
Secara etimologis, Alquran berasal dari bahasa Arab berupa kata benda abstrak mashdar dari kata yang berarti membaca. Gelar ini secara khusus adalah nama Kitab Suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.
Menurut tata bahasa Arab, kata al-Qur’an» merupakan bentuk mashdari dari kata qara’a, yang berarti muradfi dengan kata qira’ah, yang berarti bacaannya tidak nampak melanggar kaidah, karena itu mengingat penggunaan Alquran di berbagai tempat dan ayat.
Meskipun makna Al-Qur’an menurut terminologi , para ulama berbeda dalam memberikan definisi menurut pendapat dan keahliannya. Wahyu Al-Qur’an kepada Lauh al-Mahfuz dijelaskan dengan firman-Nya dalam surat Al Buruj ayat 21-22.
Hal ini ditegaskan dengan firmanNya dalam Surat Ad Dukha ayat 3 dan Surat Al Qadri ayat 1. « Akhirnya Al-Qur’an diturunkan secara bertahap ke bumi dalam kurun waktu kurang lebih 23 tahun.
al-Zarkasyi mengatakan dalam al-Burhan fi’Ulum Al-Qur’an bahwa ini adalah mayoritas ulama. Mengenai lamanya diturunkannya Al-Qur’an, Profesor Djidin mengatakan dalam bukunya »Kronologi Al-Qur’an« bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai perhitungan total waktu. Ada yang bilang 23 tahun dan ada yang bilang 25 tahun. s
eperti yang dialami Nabi Muhammad. itu hanya datang kepadanya seperti suara bel, dan suara yang sangat kuat yang memengaruhi faktor-faktor kesadaran, sehingga dia siap menerima pengaruh ini dengan segenap kekuatannya.
Oleh : Diaz Marisca Putry Shabella