Pengertian Aqidah
Pengertian aqidah secara bahasa arti aqidah berakar dari kata ‘aqida-ya’qidu ’aqdan-aqidatan. Kaitan antara arti kata “aqdan” dan “aqidah” adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjajian.
Jadi ‘aqidah adalah sesuatu yang diyakini oleh seseorang. Makna ‘aqidah secara bahasa akan lebih jelas jika dikaitkan dengan pengertian secara terminologis.
Secara istilah pengertian aqidah adalah:
- Menurut Hasan Al-Banna
Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, mejadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.
- Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy
Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Sumber – Sumber Aqidah
Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah artinya informasi apa saja yang wajib diyakini hanya diperoleh melalui Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Al-Qur’an memberikan peFelasan kepada manusia tentang segala sesuatu. Firman
Allah:
… Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al- Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petun- juk serta rahmat, bagi orang-orang yang berserah diri (QS. Al- Nahl/16: 89)
Sedangkan akal bukanlah merupakan sumber aqidah, dia hanya berfungsi untuk memahami nash- nash (teks) yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan oleh Al-Qur’an dan Al-Sunnah (jika diperlukan). Itupun harus didasari oleh semua kesadaran bahwa kemampuan akal manusia sangat terbatas.
Informasi mengenai pencipta alam ini dan seisinya adalah dalil Allah yang hanya bisa diketahui melalui Al- Qur’an dan Al-Sunnah. Manusia dengan akalnya semata tidak dapat mengetahui siapa yang meciptakan alam. Akal manusia hanya dapat memikirkan keteraturan dan keseimbangan.
Sumber aqidah Islam adalah al-Qur’an dan as-sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan oleh Allah dalam al- Qur’an dan Rasulullah dalam sunnah-nya wajib diimani, diyakini, dan diamalkan.
Akal fikiran sama sekali bukan sumber aqidah Islam, tetapi merupakan instrumen yang berfungsi untuk memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba –kalau diperlukan– membuktikan secara ilmiyah kebenaran yang disampaikan oleh al-Qur’an dan Sunnah. Itupun harus di dasari oleh suatu kesadaran penuh bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya kemapuan semua makhluk Allah.
Akal tidak akan mampu menjangkau masa’il ghaibiyah (masalah-masalah ghaib), bahkan akal tidak akan sanggup menjangkau sesuatu yang tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Misalnya, akal tidak mampu menuFukan jawaban atas pertanyaan kekekalan itu sampai kapan? Atau akal tidak sanggup menujukan tempat yang tidak ada di darat atau di laut, di udara dan tidak dimana-mana. Karena kedua hal tersebut tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Oleh sebab itu akal tidak boleh dipaksa memahami hal-hal ghaib tersebut dan menjawab pertanyaan segala sesuatu tentang hal-hal ghaib itu. Akal hanya perlu membuktikan jujurkah atau bisakah kejujuran si pembawa risalah tentang hal-hal ghaib itu bisa dibuktikan secara ilmiyah oleh akal fikiran.
Baca juga : Ciri-Ciri Istri Shalihah
Berkenaan dengan peneyelidikan akal untuk menyakini aqidah Islam, terutama yang berkenaan dengan hal-hal ghaib di atas, manusia dipersilahkan untuk mengarahkan pandangan dan penelitianya kepada alam semesta ini, di bumi, di langit, dan rahasia-rahasia yang tersimpan pada keduanya.
Manusia diperintahkan untuk memperhatikan bagaimana langit ditegakan tanpa tiang seperti yang kita lihat, dan bumi dihamparkan dan dibangun dengan suasana yang teratur dan teguh dalam sebuah sistem yang saling berjalin berkelindan.
Penyelidikan akal yang mendalam pasti akan mengatakan dan meyakinkan, bahwa alam ini mustahil tercipta dengan sendirinya dan timbul karena kekuatan-kekuatan yang bertentangan satu sama lain, seperti keyakinan dalam naturalisme.
Penyelidikan akal secara cermat dapat melahirkan pengakuan mutlak bahwa semua alam semesta yang teratur, rapi, dan berjalan menurut hukum yang tetap dan tak berubah-ubah mensyaratkan ada penciptanya, pengatur dan pemeliharanya. Oleh karena itu, al-Qur’an berkali-kali mengaFurkan dan memberikan petuFuk ke arah penyelidikan dalam menetapkan aqidah dengan cara demikian.
Hukum Mempelajari Ilmu Aqidah
Hukum mempelajari akidah adalah fardu ain, artinya setiap orang wajib mempelajari ilmu aqidah. Tujuannya agar ia dapat memperoleh kebenaran dan dapat meningkatkan keimanan.
Dalam hukum Islam beriman adalah kunci pertama ibadah manusia dapat di terima, jika seseorang maka amal ibadahnya tidak dapat di terima.